Tuesday, January 12, 2010

CHRUCH: WHERE IS THE GOOD SAMARITANS?


(idealisme seorang mahasiswa Teologia)

Kita sebagai seorang “Kristen” pasti merupakan anggota salah satu gereja atau perkumpulan orang “Kristen” (kalo belum, dateng aja ke Gereja saya, pasti ketrima Hehe). Sudah menjadi barang tentu kita pun mengerti akan maksud dan arti dari sebuah Gereja. Kata Gereja berasal dari kata Igereja (Bahasa Portugis) sedangkan Bahasa Portugis ini sendiri mengambil dari bahasa yunani yaitu ekklêsia yang berarti dipanggil keluar (ek=keluar; klesia dari kata kaleo=memanggil). Jadi, ekklesia berarti kumpulan orang yang dipanggil ke luar (dari dunia ini). Okay, sepertinya cukup penjelasan mengenai hal itu, kalo belum jelas silahkan tanya ke pada pendeta masing-masing.

Pada dasarnya Gereja merupakan persekutuan orang-orang percaya untuk saling menolong satu dengan yang lain. Dan memang sejak pertama kali ada persekutuan orang percaya, mereka saling berbagi untuk memecahkan roti dan saling mendoakan, (baca Kisah Para Rasul secara lengkap, pasti ada). Satu hal yang saya mau garis bawahi adalah kisah pada jemaat mula-mula pada Kisah Para Rasul 2: 41-47, disana dengan jelas kehidupan orang-orang percaya pada masa itu, kerukunannya, ke-sehati-annya, saling berbagi sampai saling mendukung dalam Doa. Banyak yang musti kita “acungi” jempol untuk orang-orang percaya pada masa itu dari mulai sikap hidup sampai pola kekeluargaannya. Yang pastinya, pada saat itu orang-orang percaya menyadari bahwa mereka adalah saudara se-iman, sehingga dari “KESADARAN” itulah mereka salaing mengasihi. Dan tak heran, jika Injil Kristus semakin tersebar (Lihat Kisah Rasul 5: 14). Nach sekarang kita lihat di jaman modern seperti ini, apa Gereja kita memiliki ke-sehati-an atau malah ….? (well…… answering in your heart).

Dalam beberapa mata kuliah saya, saya pernah diajarkan mengenai 3 tugas Gereja (ada yang tahu???) tepat!!! Ke tiga tugas itu adalah Marturia (bersaksi), Koinonia (Bersekutu) dan Diakonia (melayani). Dari tri tugas Gereja itulah sebenarnya Gereja melangkah sehingga Injil dapat tersebar. Sekarang ini saya tidak akan membahas ke tiga hal tersebut diatas, bukan karena saya tidak mampu tapi karena itu adalah tugas Bapak Pendeta (kan saya belum jadi pendeta, jadi maaf hehhe). Namun, saya akan sedikit mengupas (*halahh mengupas) salah satu dari tri tugas Gereja di atas, Marturia. Marturia atau martyfrein (Bahasa Yunani). Marturia berasal dari kata martus, artinya saksi. Dalam dunia Junani (kuno), kata martus secara khusus digunakan pada bidang hukum : yakni, saksi (diambil dari sumber yang terpercaya). Dan pada jaman sekarang kata Marturia digunakan untuk menyatakan “kesaksian” akan kasih Kristus di dunia ini. Maka dari itulah salah satu tugas kita adalah mengabarkan atau memberikan “kesaksian” tentang Yesus di dunia ini kepada orang-orang. Dan saya yakini setiap segi kehidupan kita, kita dapat menjadi saksi Kristus.

Beberepa bulan yang lalu pastinya setiap kita merayakan hari kelahiran sang Kristus, Natal (ada yang ngak merayakan?), dan saya pikir itu adalah moment yang tepat buat kita untuk berbagi kasih dengan orang-orang sekitar kita. Moment yang tepat untuk bersaksi buat Kristus dan memberitakan kabar suka cita, kalahiran sang Kristus. Namun sayang, moment seperti itu malah di buat “Pesta Pora” dalam Gereja atau malah mengadakan pesta bersar-besaran. Saya kemaren tidak sengaja mendengar salah seorang rekan saya becara begini.

“Di gereja saya, natal tahun ini menghabiskan dana 20 juat rupiah lho.” Katanya.

Saya tidak salah menulis jumlah yang disebut rekan saya, dan saat itu saya hanya bisa “mlongos” kaget. Bayangkan saja 20 juta hanya untuk pesta ngak jelas (jelas sebenernya) dan hanya 2 atau 3 jam saja?. Kayaknya puncak pengumpulan dana (persembahan) tiap minggu hanya untuk acara Natal saja, padahal ada hal yang lebih penting dari itu semua. Saya bukanya anti pati dengan acara natal, cuman mbok ya o mikir dulu kalo mau menggunakan dana sebesar itu. Coba kita bayangkan seandainya dana sebesar itu untuk membantu anak-anak terlantar, korban bencana atau malah menolong orang miskin, pasti itu akan lebih bermakna dibanding “memberi makan mereka yang sudah mapan”.

Okey lah, kalo emang pemikiran saya dianggap “ngawor” atau malah “nabrak budaya”. Namun saya teringat sebuah kisah di dalam Alkitab, kisah seorang Samaria yang baik hati (di alkitab ada lho ya!). Kisahnya ada dalam Injil Lukas 10:33, saya sangat tersentuh dengan kisah ini disamping karena ketulusan hatinya, ia juga tidak membedakan “SIAPA” yang ia tolong. Kalo boleh saya umpamakan, sepatutnya Gerejapun demikian, Gereja harus menjadi penolong bagi siapa saja tidak hanya untuk kaum se-iman saja (bukan berarti Gereja harus merubah nama menjadi Samaria, heheh). Tapi yang jelas penekanan kisah yang di ceritakan Yesus adalah menolong setiap orang, even mereka bukan anggota Gereja kita atau malah bukan orang Kristen. Maka dari itulah, dengan slogan Natal yaitu “Berbagi Kasih” (kayak di iklan-iklan begitu) kita sebagai Gereja TUhan sepatutnya membagikan kasih itu kesemua orang. Coba bayangkan saja, seandainya dana natal dari tiap Gereja dikumpulin trus di berikan pada orang-orang yang membutuhkan, lets say, orang-orang di Padang yang habis gempa, atau malah di daerah kekeringan, saya yakin Natal kita akan menjadi berkat buat semua orang, sehingga genaplah (*tsah genaplah) salah satu tugas gereja, Marturia.

Saya menyadari, kalo Natal memang Gereja selayaknya ada perayaan, tapi perlu juga kan kita melihat orang-orang di sekitar kita. Kita hidup itu tidak hanya sendirian, kita punya saudara-saudara yang masih membutuhkan uluran tangan kita. Yang seharusnya kita lakukan adalah menjadi orang Samaria yang baik hati itu bukan menjadi selfish servant seperti Yudas (maaf ini tidak menghakimi, cuman kalo setuju ya thank you). Saya bersyukur, dalam organisasi Sinode kita ada program pemuda yang luar biasa, PELITA. Saya pikir ini adalah organisasi yang perlu di kembangkan , disamping menjadi kepanjangan tangan Tuhan untuk menolong orang-orang di sekitar (perlu bukti PELITA membantu orang lain? Ngak kan!). Team PELITA yang menempa kaum muda untuk berbagi dengan orang disekitar baik ini Kristen maupun Non-Kristen adalah sesuatu yang patut kita perjuangkan sebagai break the ice dari budaya “hura-hura pada Natal”. Saya kadang membayangkan seandainya tiap Gereja menolong orang-orang sekitar melalui PELITA, maka saya yakini akan menjadi dampak yang luar biasa bagi orang-orang sekitar, saya tidak menyatakan bahwa PELITA adalah jalan satu-satunya untuk berbagi cuman kita sudah tahu apa yang di kerjakan PELITA saat ini, berbagi kasih Kristus kepada masyarakat (perlu kejelasan bisa hubungi Team PELITA). So for the last, idealism yang saya miliki adalah menjadikan Gereja sebagai The Good Samaritan menolong dengan tidak memandang siapa yang kita tolong. Sudahkah Gereja anda menjadi orang Samaria yang baik hati?. (FK)

No comments:

Post a Comment